Mania Cinema

“Bukan Negaraku, Bukan Rumahku, Tak Seorang pun di Seluruh Dunia”: Kehidupan dan Sinema Lorenza Mazzetti (1928 – 2020)

Artikel ini diterjemahkan dari tulisan milik Francesca Massarenti, dengan judul “Not My Country, Not My Home, Nobody In The Whole World”: The Life And Cinema Of Lorenza Mazzetti (1928 – 2020). Terbit di Another Gaze, pada 08/01/2020

Pada 1951 ketika ia tiba di perbatasan Inggris menggunakan feri dari Prancis, paspor Italia milik Lorenza Mazzetti dicap dengan ‘Undesirable Alien’ atau ‘Alien yang tak diinginkan.’[i] Tak lama kemudian, dia menerima dukungan finansial dari Experimental Film Fund milik BFI dan film pertamanya ditayangkan di Teater Film Nasional yang menunjukkan kemampuan luar biasanya untuk ‘menyatu’ dengan sistem sosial dan industri budaya yang awalnya hanya ia ketahui dari kacamata luar sebagai migran ke Inggris. Saat ia masih belajar di Slade School of Fine Art, Mazzetti menukar pelajaran menggambar dengan pembuatan film setelah menemukan beberapa peralatan yang tersimpan di ruang Film Society: “Di sini terdapat semua yang dibutuhkan untuk membuat film. Kamera, tripod, film, lampu, semuanya.”[ii] Dia mengambil kamera, merekrut beberapa siswa dan orang asing sebagai aktornya, sembari belajar untuk mengarahkan dan menyunting. Di dalam buku hariannya, dia mengingat saat syuting film pendek pertamanya dan ia bertanya pada diri sendiri: “Siapa aku? Apa yang kulakukan di sini? Ini bukan negaraku atau rumahku; Aku tak punya seorang pun yang tersisa di dunia ini, mereka semua sudah mati.”[iii] Tanpa punya rencana dan tak punya uang—semua tagihan yang tak terbayar dikirim ke administrasi Slade—Mazzetti menciptakan K (1953), sebuah film “yang mengacu pada karya Franz Kafka.”[iv]

Adaptasi Mazzetti dari novel Kafka berjudul The Metamorphosis (1915) secara detail mengikuti kisah aslinya: setelah bangun pagi di hari kerja, karyawan pemasaran Gregor Samsa tersadar bahwa tubuhnya telah berubah menjadi serangga, meskipun dalam karya Mazzetti tidak ada orang lain yang mampu melihatnya. Dalam novel aslinya, perubahan bentuk tersebut dimaksudkan sebagai serangan atas ekspektasi masyarakat yang tinggi, tapi dalam karya Mazzetti, ia lebih menunjukkan ke arah perasaan keterasingan yang diamati Kafka dan diinternalisasi ke suatu titik di mana sulit untuk dilihat ataupun dihadapi. Namun, Mazzetti juga harus memproduksi film tersebut dengan biaya yang rendah. Tidak ada uang untuk kostum kecoa berarti masalah pagi hari yang dialami Gregor Samsa (saat itu diperankan oleh Michael Andrews, sesama siswa di Slade) tak tampak seperti peristiwa supernatural dan malah lebih seperti kasus di mana seseorang mengalami stres dan tertekan. Gregor yang mengenakan piyama itu pun merasa tertekan, tak bisa keluar dari kamar ataupun bangkit dari lantai, memancing amarah keluarganya, adegan ini ditayangkan tanpa perlu menunjukkan cangkang hitam serangga. Di rentetan cerita berikutnya—ada kilas balik aktivitas hariannya di masa lalu—gerakan Gregor yang sibuk mengangkat dirinya bagai serangga yang terbalik, anggota badannya menggapai-gapai langit seperti kaki arthropoda, dan setelan kerjanya yang menyerupai sebuah sangkar. Gregor versi Mazzetti acap kali berbicara dengan omong kosong dan layaknya seorang birokrat. Dia mengikuti bosnya berkeliling, memohon kenaikan gaji: “Saya harap Anda akan terus mempercayai bantuan saya, Pak. Ibu, Ayah, dan Saudari saya sangat senang mengetahui bahwa saya telah menyelesaikan tugas saya dengan cara memuaskan dan bahwa posisi saya di perusahaan Anda terus-menerus menjadi aman, sehingga kami mengharapkan prospek masa depan yang lebih baik.” Jargonnya Gregor berdengung menjadi tak bisa dipahami, lalu tak terdengar, dan menjadi omong kosong. Pada klimaks film ini, Gregor berjalan seperti di atas tali pada sepanjang pagar atap rumah yang menghadap ke kota, dua koper besar ala karyawan pemasaran yang dibawanya berfungsi seperti penyeimbang. Tapi, tidak jelas apakah lompatan kecilnya itu lompatan bahagia atau keinginan bunuh diri.

 

Keterasingan yang dirasakan Gregor menyentuh hati Mazzetti. Saat menjelaskan proyek filmnya ke Andrews, Mazzeti mengatakan: “Gregor, sampah masyarakat, berubah menjadi penuduh melalui kematiannya. […] Ada orang yang jiwanya sakit, yang terkadang tidak mampu menemukan energi guna melanjutkan hidup. Seperti aku, misalnya.”[v] Kesedihan Mazzetti diterjemahkan melalui bidikan close-up yang ekstrem, dan narasi yang gelisah nan non-linear; penyuntingan yang tak lumrah menunjukkan seperti apa rasanya terasingkan, bukan hanya sebagai manusia individu melainkan sebagai migran, penduduk non-pribumi, dan penutur asli. Pada Desember 1953, pemutaran film K diselenggarakan untuk siswa Slade, hal ini dilakukan guna menutup biaya produksi yang telah didebit Mazzetti ke rekening sekolah.[vi] Pemutaran film ini pun sangat sukses. Denis Forman, seorang direktur BFI, hadir dan mengundang Mazzetti untuk sekadar mengobrol, menawarkan dukungan penuh untuk proyek film barunya: sebuah adaptasi dari penulis Hungaria, Ferenc Molnár, yang berjudul The Paul Street Boys (1906) yang dipindahkan ke East End London. Kali ini, Mazzetti memutuskan untuk melakukan pendekatan pada keterasingan secara harfiah, daripada mempercayakan propulsi naratif ke sebuah cangkang simbolis. Hasilnya, Together (1956), adalah sebuah perumpamaan pahit, sebuah laporan kuasi-dokumenter tentang kelangsungan hidup sehari-harinya. Sepasang teman, yang dua-duanya adalah tuna rungu wicara, jalan-jalan dan menginap bersama sembari menjalani kehidupan di lingkungan yang dilanda oleh kemiskinan. “Aku tahu apa yang ingin kulakukan. Kedua pria ini jauh dari hingar-bingar. Menjauhi dunia mereka… dan keheningan.” Mazzetti menjelaskan dalam wawancara video pada 2013.[vii] “Ini bukan film dokumenter: ini film simbolis dan puitis. Maksud film ini bukan untuk menunjukkan East End, maksud film ini untuk menunjukkan bagian luarnya. Artinya, dua tuna rungu-wicara ini merepresentasikan kepolosan di depan seluruh dunia. Mungkin (film) ini merupakan cara untuk membatalkan sebuah tragedi, untuk menguraikan sebuah tragedi. Aku tidak ingin memberikan, dengan karya filmku, sebuah pandangan dunia yang buruk, tapi pandangan dunia yang baik; untuk menyelamatkan ‘kepolosan’ melawan hal lain.”

Pada saat Mazzetti mendapatkan dana BFI untuk Together, sudah terpikir olehnya untuk menjadikan Andrews sebagai co-protagonis yang berbadan kurus. Seniman, pemahat, dan polopor Pop Art Eduardo Paolozzi, di sisi lain, adalah seniman menjanjikan yang pernah ditemui Mazzetti secara kebetulan di pameran Francis Bacon.[viii] Mazzetti menjadikannya sebagai tuna rungu wicara yang lebih gemuk. Kita dapat berspekulasi mengenai bentuk keterasingan secara geografis atau hukum yang mungkin telah menyatukan Mazzetti dan Paolozzi sebagai rekan. Paolozzi ialah warga negara Inggris dengan nama Italia yang ‘jelas’ terlihat; orang Skotlandia yang orang tuanya telah meninggalkan pedesaan Lazio untuk membuka toko gelato di Edinburgh, tapi justru mengirim Paolozzi saat masih muda kembali ke Italia selama liburan untuk menghadiri kamp musim panas yang dijalankan oleh Opera Nazionale Balilla, sebuah organisasi pemuda Fasis yang bertujuan untuk mengubah anak laki-laki menjadi blackshirt (anggota partai fasis Italia) dan senapan mainan untuk menjadi “Fasis di hari mendatang”.[ix] Kendati demikian, kedekatan yang dimiliki Paolozzi dengan Mazzetti tidak meninggalkan jejak yang bisa diidentifikasi dalam warisan kedua seniman tersebut. Tak ada bukti tentang apakah keduanya pernah melihat hubungan antara pembantaian dari kerabat Yahudi Mazzetti oleh komando SS di Tuscany yang diduduki pada 1944[x] dan fakta bahwasanya ayah Paolozzi tenggelam di Samudra Atlantik ketika Arandora Star, sebuah kapal kargo yang ditugaskan mendeportasi warga sipil Italia dan Jerman yang diusir dari Inggris pasca deklarasi perang oleh Mussolini, digagalkan pada Juli 1940. Mazzetti dan Paolozzi bukanlah satu-satunya di antara rekan-rekan mereka yang mengalami trauma karena perang. Mazzetti, misalnya, menyuarakan penyesalannya karena tak bisa mengatasi rasa sakit yang dirasakannya (dan teman-temannya): “Aku menyesal tidak memberi tahu siapa pun tentang masa kecilku,” yang menjadi kata penutup buku hariannya.[xi] Dia bisa saja berbagi ceritanya, catatnya, dengan temannya, sutradara Karel Reisz, seorang Yahudi kelahiran Ceko yang datang ke Inggris pada 1938, di Kindertransport. “Inilah misteri para penyintas: yaitu, merasakan suatu kebutuhan—pada awalnya—untuk melupakan segalanya agar mampu bertahan, dan kemudian rasa bersalah karena seseorang telah lupa dan karenanya tidak ada yang jadi saksi dari kengerian itu.”[xii]

Film-film Mazzetti tidak mencerminkan trauma perang secara langsung, tapi bisa dilihat lewat perasaan keterasingan, yang asalnya berakar kuat dalam hal migrasi ketimbang didikte oleh peristiwa sejarah atau keadaan individu. Diaspora Italia tidak memiliki peran utama dalam eksplorasi Mazzetti tentang ketidakterikatan linguistik dan budaya karena subjektivitas yang bergeser dari Together tampaknya bergerak melalui beberapa kesulitan. Seorang tuna-rungu berisiko tertabrak saat bergerak melalui lalu lintas kota karena peringatannya (berupa suara klakson) bersifat akustik; pengetahuan sehari-hari yang diembargo pemerintah merupakan bahaya nyata bagi para migran, ekspatriat, pengungsi, dan orang asing yang tidak fasih dalam bahasa yang ‘benar’. Gangguan bicara dan pendengaran protagonis secara literal dan alegoris: mereka merangkum kesulitan yang dihadapi individu terpinggirkan oleh kelompok lain, terutama mereka yang dijauhkan oleh karena sifat ableism dan xenofobia, yang dihadapi sehari-hari. Di pertengahan Together, Paolozzi dan Andrews berdiri di tengah jalan di hadapan sebuah van sampai mereka diteriaki oleh pengemudinya (yang harus keluar dari kendaraannya dan menepuk bahu Paolozzi agar mereka sadar bahwa mereka menghalangi jalannya): ketidaktampakan  kecacatan mereka ini meningkatkan kerentanannya. Mazzetti menampilkan perjuangan tubuh seseorang yang otaknya terhubung ke bahasa yang berbeda; konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari terus-menerus hidup di tepi. Pengalaman terpinggirkan yang dia gambarkan dibuat tumpang tindih dengan upaya lain untuk bertahan hidup di lingkungan yang tidak baik atau kejam. Kendati begitu, pencarian Mazzetti jelas-jelas apolitis: dia mungkin menunjukkan beberapa gejala psikologis dengan tidak adanya perawatan sistemik, tetapi tidak mengambil risiko untuk menunjukkan lebih banyak penyebab di balik perasaan keterasingan yang ada pada karakternya. Tampaknya Mazzetti lebih suka mengutarakan perasaannya melalui suasana yang mengecewakan alih-alih banyak berteori tentang alasan di balik penyebab perasaannya.

Mazzetti mengembangkan keterampilan produksi film bersama teman-temannya dan sesama sineas lain, yang juga andil dalam proyek satu sama lain. Together pertama kali diputar sebagai bagian dari program kolektif Free Cinema.[xiii] Menurut Lindsay Anderson, nama program ini hanyalah “sebutan yang aman”,[xiv] umpan untuk pers bahwa direktur muda yang mendirikan gerakan ini—Anderson, Tony Richardson, Karel Reisz dan Mazzetti sendiri—sering mempromosikan program yang mencakup karya pendek dan eksperimental yang baru selesai mereka buat. Dalam sebuah pernyataan yang digunakan sebagai catatan program untuk pemutaran Free Cinema berikutnya pada Mei 1957, ‘Free Cinema 3’, panitia berargumen bahwa dengan dana dan peralatan yang sedikit seperti yang dimiliki mereka “Kamu tidak bisa membuat film panjang, dan kemungkinanmu untuk bereksperimen sangat kecil dan terbatas. Tapi kamu bisa menggunakan mata dan telingamu. Kamu bisa memberikan indikasi. Kamu bisa membuat ‘puisi’.”[xv] Mengikuti prinsip-prinsip ini, Mazzetti dan rekan-rekannya mengembangkan kelompok film-thinker yang sangat mandiri, di mana karyanya memadukan mode pengakuan dengan pengamatan sehari-hari yang berpikir secara sosial. Free Cinema dikelompokkan tanpa mengikat, membuat kesatuan tanpa memaksakannya. Pemutaran pertama diadakan di Teater Film Nasional London pada Februari 1956 dan, bersama dengan Together-nya Mazetti, programnya termasuk O Dreamland dan Momma Don’t Allow karya Anderson, disutradarai bersama oleh Reisz dan Richardson. Program ini disambut dengan pujian kritis yang meriah: coretan ‘independen’ yang nyata—kapasitas untuk bekerja di luar industri film Inggris—diterima dengan sangat baik sehingga gerakan ini menandakan, dalam kata-kata Isabelle Gourdin-Sangouard, “template guna pendekatan transnasional dan transkurtural untuk pembuatan film”.[xvi] Minimnya minat pada narasi yang digerakkan oleh plot yakni fitur umum, bersama dengan subjek sederhana: sehari di taman hiburan Margate’s Dreamland; Sabtu malam biasa di klub jazz London utara. Gagasan film sering disampaikan melalui penggunaan suara non-verbal: suara di sekitar lingkungan, potongan percakapan yang terdengar, atau bagian dari musik yang direkam secara langsung, namun harus sesuai dengan visualnya. (Dalam sebuah artikel di Free Cinema, Christophe Dupin mencatat bahwa sebelum 1960-an perekaman suara yang disinkronkan tidak mungkin dilakukan di luar studio secara teknis.)[xvii] Hal tersebut bersamaan dengan komitmen kamera portabel dan seluloid yang sangat sensitif yang tidak memerlukan pencahayaan tambahan, semuanya berkontribusi pada ciri khas Free Cinema yaitu ‘estetika ekonomis’.[xviii] Hasilnya cukup mengerikan: subjek yang digambarkan ditekan ke dalam studi thumbnail tentang perasaan keterasingan yang dinormalisasi, tapi nilai dokumenter dari film memberi jalan bagi pemahaman puitis dan tunggal dari setiap sutradara.

“Film-film Mazzetti tidak mencerminkan trauma perang secara langsung, tapi bisa dilihat lewat perasaan keterasingan, yang asalnya berakar kuat dalam hal migrasi ketimbang didikte oleh peristiwa sejarah atau keadaan individu”

Aura suara di Together yang tidak lengkap bekerja dengan cara yang sama. Apa yang kita dengar memiliki tujuan nilai ‘dokumenter’ dan ‘puitis’. Irama taman bermain anak-anak memantul di jalanan umum di mana anak-anak bermain tanpa pengawasan, suara cap cip cup yang mereka lantunkan menutupi suara langkah Paolozzi dan Andrew di sepanjang dinding bata dan jembatan jalur air. Lagu dan teriakan anak-anak, kebetulan, merupakan satu-satunya suara vokal manusia yang direkam. Bunyi gedebuk, dentum, dan mendesing yang datang dari dermaga dan gudang adalah bukti industri kelautan yang kehadirannya tidak hanya menunjukkan karakter kelas di wilayah tersebut, tetapi juga menjadi saksi status East End sebagai target utama dalam kampanye pengeboman udara Blitz Jerman 1940. Intervensi di ruang penyuntingan, bagaimanapun, menyambung dan menghapus suara-suara alami ini. Ada pemotongan mendadak pada suara akustik ‘berlubang’ milik Paolozzi dan Andrew: keheningan mendalam akibat tuli dari suara diegetik ditebalkan oleh interferensi desis yang direkam pada pita magnetik gulungan. Skor musik Daniele Paris ialah dialog tegang antara violin dan oboe, korelatif aural, masing-masing, dari bentuk tubuh Andrews dan Paolozzi, menjadi satu-satunya dialog yang bisa dilakukan oleh keduanya. Percakapan isyarat yang terjadi antara Paolozzi dan Andrews ialah pertunjukan murni: tangan mereka tak berusaha meniru bahasa isyarat asli dan sama sekali tak dapat dipahami. Pada faktanya, ambiguitas dan frustasi yang menyertai setiap pertukaran linguistik dan paralinguistik di Together terkadang beresiko menghalangi narasi cerita. Tak ada rasa kontinuitas, masa lalu atau masa depan, di sekitar pantomim yang dibuat Mazzetti, dan soundtrack yang asinkron itu tidak berguna untuk membuat film bisu de facto menjadi lebih cerewet.

Sulit untuk mengatakan apakah Mazzetti menyadari implikasi kemampuan atas bahasa isyaratnya yang terburu-buru dan impresionistis. Namun, mungkin memang tak adil pada era itu menuntut jenis perawatan kepada orang disabilitas yang sadar dan sensitif seperti yang kita miliki di zaman sekarang. Dalam konteks Together, ketulian digunakan secara metaforis: penanda keterasingan pribadi yang tak terjembatani. Hasil akhirnya, bagaimanapun, sangat bergantung pada kesediaan audiens untuk membaca satu jenis pengalaman orang yang terpinggirkan sebagai pengganti yang lain, sambil tetap mengakui implikasi materialnya.[xix] Namun puisi gestural Together berubah menjadi narasi faktual dan material ketika kebersamaan formal mereka terganggu: persahabatan Paolozzi dan Andrews dirusak, secara harfiah, oleh ketidakmampuan mereka dalam mendengar. Pada akhir cerita Andrews didorong ke kanal oleh sekelompok anak-anak, tapi tidak bisa berteriak minta tolong saat dia berusaha dengan susah untuk berenang dalam air. Paolozzi, sementara itu, berdiri menunggu temannya di jembatan dan tidak menyadari temannya menggelepar di air di bawah sana. Tidak dapat mendengarnya berteriak, sungguh ironi kejam bahwa tubuh Andrews terseret arus ke tempat di mana yang tak pernah terpikirkan Paolozzi untuk melihatnya. Sudut pandang kamera yang mencakup semua arah membuat interaksi gagal mereka menjadi bukti yang menyakitkan: terlepas dari rekaan cara berkomunikasi yang menyatukan mereka, kedua teman itu, pada akhirnya terpisah karena manipulasi belaka dari pandangan mereka. Pada adegan penutup, ada pengambilan adegan berulang-ulang antara Andrews dan Paolozzi, yang kehilangan satu sama lain meskipun begitu dekat dalam jarak pendengaran tetapi jauh dari pandangan, dikemas dalam pemandangan panorama terakhir dari tongkang yang bekerja di sungai Thames. Film berakhir dengan pengambilan gambar air, sesuatu yang menggagalkan pemenuhan narasinya. Air adalah permukaan yang tidak memantulkan cahaya, menjadi penghalang yang mencegah adanya kontak.

Pada musim panas 1956 Mazzetti meninggalkan Inggris. Setelah Together menerima Mention au Film de Recherche dalam kompetisi film pendek di Cannes tahun itu, Mazetti mengambil waktu untuk beristirahat dan mengunjungi saudara kembarnya dan keponakannya yang baru lahir di Florence. Saat kembali ke Italia, depresi dan PTSD-nya yang lama tak muncul kembali muncul: dia tidak bisa makan dan mulai punya pikiran untuk bunuh diri.[xx] Memori kematian yang ia saksikan selama perang—eksekusi bibinya Cesarina Mazzetti dan sepupu Luce dan Annamaria Einstein, diikuti oleh bunuh diri pamannya Robert Einstein—menghantuinya.[xxi] Terapi pun membantunya, seperti halnya ia menyusun novel otobiografi pertamanya, Il cielo cade (The Sky Falls, 1961, diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Bodley Head pada 1962, terjemahan Marguerite Waldman). Pada tahun-tahun berikutnya Mazzetti menetap secara permanen di Roma, dan menulis dua volume buku fiksi biografi lagi, Con rabbia (Rage, 1963, diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Bodley Head pada 1956, terjemahan Isabel Quigly) dan Mi può prestare la sua pistola per favore? (‘Can I Borrow Your Gun, Please?’, 1969, tidak pernah diterjemahkan). Sementara itu produksi karya sastranya yang banyak memenangkan penghargaan pada 60-an cenderung menyembunyikan isi biografinya dengan kedok fiksi, produksi Mazzetti kemudian menganut mode naratif dari orang pertama.[xxii] Salah satu karya terbarunya, Diario londinese (2014, diterbitkan dalam bahasa Inggris sebagai London Diaries oleh Zidane Press pada 2018, terjemahan Melinda Male), merupakan sebuah mock-diary tentang tahun-tahun Mazzetti di London. Seolah-olah Mazzetti bertekad mengedit semua bagian yang membosankan dan omong kosong demi mencapai akhir yang bahagia sedikit lebih cepat. Akibatnya, entri jurnalnya terbaca seperti serangkaian pertemuan biasa, memiliki teman-teman yang berpengaruh, dan tawaran bantuan yang tak ada henti. Setiap kali dia merasa kesulitan (yang sering, mengingat sifatnya yang selalu kurang perencanaan) dia pasti menemukan jalan keluar lagi. Dengan gaya berceritanya yang mempesona, Mazzetti menulis seolah-olah dia sedang mencoba mengimbangi, atau bahkan memperbaiki, keterasingan yang dia rasakan di London. Seperti karakter filmnya yang terasing, Mazzetti versi muda berjalan melalui kota yang tidak terlalu diketahuinya. Perasaan keterasingan, bagaimanapun, adalah apa yang mendorong pengamatan dan keseniannya.

Terkadang menyakitkan membaca tentang kerentanan Mazzetti sebagai wanita asing muda dan tanpa pendamping. Pelecehan psikologis dan seksual yang dia ceritakan dalam buku hariannya tak henti-hentinya dan sangat jujur. Setelah menggambarkan suatu kesempatan di mana seorang pejalan kaki menawarkan untuk mengantarnya pulang, dia berkomentar: “Kutukan itu pada anak perempuan, yang tidak bisa berjalan-jalan tanpa dianiaya oleh pria yang mendahului.”[xxiii] Tidak peduli seberapa tegas “keengganan”-nya, dia masih mendapati dirinya merasa seolah-olah bibir, lidah, tangan, dan dadanya dicuri darinya, bersama dengan jiwanya, “direnggut dalam potongan-potongan kecil”.[xxiv] Mode naratif Mazzetti yang melamun terkadang terasa seperti upaya untuk membuat perilaku buruk seksis yang terus-menerus lebih mudah dicerna: cara mengatasi trauma yang membuka bagian yang tidak menyenangkan atas realitas sehari-harinya untuk didiskusikan. Seperti sebelumnya, karya film dan sastra Mazzetti menunjukkan ketidakseimbangan kekuatan gender namun tidak berani menggambarkan atau menganalisis alasan strukturalnya. Mazzetti mungkin tak pernah sepenuhnya merangkul sikap politik feminis secara terbuka melalui praktik intelektualnya, tetapi dia, pada satu titik, berusaha untuk melihat asal-usul ketidaksetaraan struktural gender. Dengan kembalinya dia ke Italia setelah bertahun-tahun dihabiskan di London, budaya tradisional yang memicu rasa malu yang menumbuhkan rasa takut dan menumbuhkan ‘rasa harus patuh’ pada wanita Italia, terutama yang kelas bawah, mungkin akhirnya menarik perhatiannya.

    Film mazzetti yang dirilis sebelum film terakhirnya merupakan bagian dari film antologi Le italiane e l’amore (Latin Lovers, 1961), sebuah film yang terdiri dari film pendek “lahir dari surat-surat yang dikirim wanita Italia ke majalah untuk mengakui drama sehari-hari mereka”.[xxv] Sepuluh sutradara film lainnya semuanya laki-laki. Film pendek Mazzetti, berjudul ‘I bambini, o: l’educazione sessuale dei figli’ (‘The Kids, Or: Children’s Sexual Education’, digambarkan di atas) muncul setelah episode pembuka yang suram, ‘Le ragazze madri’ (‘The Unmarried Mothers’) dan kadang-kadang hampir terasa seperti menjadi komentar tentangnya, menyoroti kurangnya informasi yang memadai perihal masalah seksual secara sistemik. Berlatar di sebuah lapangan, film pendek Mazzetti menyoroti permainan yang dimainkan oleh sekelompok anak campuran. Mereka bermain menjadi ibu dengan boneka mereka, menjadi dokter satu sama lain, dan berlarian. Dalam satu adegan, mereka menemukan pasangan yang berhubungan seks di balik semak-semak. Ketika anak-anak mendiskusikan apa artinya “bercinta” mereka menyimpulkan “artinya berciuman!” Ini juga logis: setelah anak laki-laki berputar-putar di sekitar anak perempuan untuk mencium mereka, gadis-gadis itu melakukan hal yang sama di antara mereka sendiri. “Perutku sakit!” seru salah satu pasien, dan dokter menjawab “Itu karena kamu sedang menunggu bayi; bayi berasal dari perut ibu!” “Jika anak laki-laki berasal dari perut ibu, maka anak perempuan berasal dari ayah mereka'” jawab salah satu gadis kecil. Dalam bahasa Italia untuk menyebutkan orang secara kolektif selalu menggunakan kata maskulin. Bambini, oleh karena itu, artinya sekaligus “bayi” dan “anak laki-laki”, tetapi juga digunakan untuk menunjukkan kelompok campuran anak-anak, bahkan jika anak perempuan melebihi jumlah anak laki-laki. Seorang gadis mengakui ambiguitas ini dan menolak kata maskulin sebagai netral, menghasilkan penjelasan berbeda yang dapat digunakan dalam konteks kelahiran dan kehidupan. Tanpa disadari, gadis fiksi Mazzetti memperkenalkan tema penting dalam perdebatan untuk linguistik Italia feminis—bagaimana membongkar inti biner Bahasa—sambil juga membantu gendernya muncul kembali dari penghapusan netral maskulin. Tata bahasa yang dianggap seksis, bagaimanapun dilengkapi dengan pendidikan yang mengelak: ketika salah satu gadis bertanya kepada ibunya apakah benar bayi berasal dari perut, ibunya menamparnya dan menangis “Bayi dilahirkan dengan bangau![xxvi] Memalukan untuk mendengarmu mengatakan hal seperti itu!” kemarahannya mengakhiri film. Meskipun dia menyesal menampar anaknya, dia menyimpulkan bahwa “Anak-anak tidak perlu mempelajari hal-hal buruk seperti itu.”

“Penting sekali setidaknya memiliki satu cinta untuk tetap hidup,” tulis Mazzetti dalam buku hariannya.[xxvii] Dia memiliki banyak. Taksonomi asmaranya termasuk persahabatan, seks, persaudaraan, pengabdian berbakti, rasa hormat profesional, pemenuhan artistik, dan keterikatan psikogeografis.[xxviii] Tampaknya tidak pernah egois atau hambar untuk terus mengungkit masalah yang sama mengenai karirnya, seperti kesepian dan pengungsian atau tragedi keluarga dan penderitaan turun-temurun. Dia membahas secara mendalam dengan subjeknya sambil menjaga kejelasan naif tertentu atas karyanya. Jika Mazzetti secara eksplisit memproses trauma masa perang yang dialaminya melalui novel dan lukisan biografinya,[xxix] film-filmnya lebih ambigu, mengeksplorasi perasaan dan suasana hati saat dia mengalaminya dan menderita. Mazzetti menginginkan kesadaran kolektif tentang tanda-tanda kesedihan dan validasi tentang bagaimana perasaan orang—bukan pelaku atau solusi hipotetis. Itulah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari orang-orang yang kesepian atau dibuat merasa terisolasi, apa yang terjadi ketika seseorang yang mencoba bertahan hidup melonggarkan cengkeramannya, seperti dalam kasus Gregor Samsa dari K, atau ketika lingkungan terbukti lebih kuat daripada individu, seperti dalam Together. Jawaban Mazzetti mungkin bersembunyi di suatu tempat dalam pengalaman teredam dari patah hati yang dia rekam, di mana keterasingan yang dia bayangkan menyakitkan, kadang-kadang kejam, namun cukup mengena guna menjanjikan kelangsungan hidup.

Francesca Massarenti, ialah mahasiswi doktoral di Universitas Ca’ Foscari di Venesia, di mana ia meriset soal sastra dan budaya Inggris. Kebanyakan penelitiannya bertujuan untuk mengamati representasi sinematik dari warisan literatur Inggris, dalam merespon bagaimana gagasan terkait abad ke-19 hadir dalam imajinasi filmis kontemporer dari sutradara wanita. Saat ini sedang menjadi co-author di newsletter feminis Italia, Ghinea.

Diterjemahkan oleh: Adinda Sihite

Desain oleh: Bagus Pribadi

 

Catatan:

[i] Lorenza Mazzetti, Diario londinese (Palermo: Sellerio Editore, 2014), 11-12. Terjemahan dari bahasa Italia ke Inggris oleh Francesca Massarenti.

[ii] Ibid, 47

[iii] Ibid, 55

[iv] Seperti yang dinyatakan dalam judul pembuka K.

[v] Diario, 44

[vi] Henry K Miller, ‘The Slade School and Cinema: Part Two’, Vertigo, 2007 https://www.closeupfilmcentre.com/vertigo_magazine/volume-3-issue-5-spring-2007/the-slade-school-and-cinema-part-two/

[vii] ‘Lorenza Mazzetti on Paolozzi – Wawancara yang Difilmkan di UCL’s Slade School of Fine Art, Maret 2013’, https://vimeo.com/70631249

[viii] Mazzetti ingat pertemuan pertamanya dengan Paolozzi dalam wawancara video yang sama.

[ix] Eduardo Paolozzi diwawancara oleh Frank Whitford, National Life Stories Artists’ Lives, Oral History, The British Library, 4 Mei 1994 https://sounds.bl.uk/related-content/TRANSCRIPTS/021T-C0466X0017XX-ZZZZA0.pdf

[x] Pada tanggal 3 Agustus 1944 sekelompok tentara Jerman menembak bibi Mazzetti, Cesarina Mazzetti dan sepupunya Luce dan Annamaria Einstein di vila mereka di Rignano sull’Arno, dekat Florence. Komando sedang mencari Robert Einstein, paman Mazzetti, yang bersembunyi untuk melarikan diri dari deportasi orang-orang Yahudi Italia, dan tinggal di hutan terdekat pada saat itu. Lorenza Mazzetti, saudara kembarnya Paola, dan sepupu mereka Anna Maria Bellavite dikunci di sebuah ruangan dan diselamatkan, meskipun tidak jelas apakah mereka menyaksikan pembunuhan itu atau tidak. Para penyintas kemudian dikurung di gudang taman dan rumah itu dibakar. Robert Einstein akhirnya bunuh diri pada 13 Juli 1945

[xi] Diario, 145

[xii] Ibid

[xiii] Free Cinema (booklet, ed. Christophe Dupin), 17, terlampir dalam Free Cinema (DVD box set, British Film Institute, 2006). Mazzetti juga mengutip manifesto itu, secara keseluruhan, dalam Diario londinese, 94-95.

[xiv] Lindsay Anderson diwawancara oleh Alexander Walker, Hollywood England. The British Film Industry in the Sixties (London: Orion Books, 2005) 26.

[xv] Seperti dikutip dalam Scott MacKenzie, Film Manifestos and Global Cinema Cultures (Berkeley : University of California Press, 2014) hlm. 150.

[xvi] Isabelle Gourdin-Sangouard, “Lindsay Anderson: Britishness and National Cinemas” dalam Alphaville: Journal of Film and Screen Media, Issue 1, Summer 2011, hlm. 4.

[xvii]  Cristophe Dupin, “Free Cinema. Groundbreaking Documentary Movement of the late 1950s”, BFI Screenonline. http://www.screenonline.org.uk/film/id/444789/index.html

[xviii] Ibid

[xix] Mazzetti menulis dalam diario-nya: “Saya menyadari bahwa saya tidak benar-benar ingin membuat film tentang kehidupan orang-orang ini, saya lebih suka membuat film tentang kegelisahan yang membuat perasaan terasing dari dunia.” Diario, hlm. 81-2 Tentang potensi bahaya metafora, lihat Susan Sontag, Illness as Metaphor, New York : Farrar, Straus and Giroux, 1978.

[xx] Diario, hlm. 125-132

[xxi] Mazzetti dan saudara kembarnya Paola adalah subjek dari film dokumenter Friedemann Fromm tahun 2017 Einsteins Nichten (“Einstein’s Nephews”), di mana mereka mengunjungi vila bibi dan paman mereka Tenuta del Focardo di Rignano sull’Arno, Tuscany, di mana pembunuhan itu terjadi.

[xxii] Il cielo cade memenangkan hadiah viareggio-Repaci yang berharga untuk novel debut pada tahun 1961

[xxiii] Diario, hlm. 14

[xxiv] Diario, hlm. 15

[xxv] Seperti yang dinyatakan dalam urutan pengantar film. Film terakhir Mazzetti yang dirilis adalah bagian dari film antologi I misteri di Roma (Mysteries of Rome, 1963), tetapi cetakannya tidak tersedia atau telah hilang. [xxvi] Diario, hlm. 55.

[xxvi] (Catatan Penerjemah) Pada abad ke-19, ada mitos yang digunakan sebagai simbol kelahiran yang disebut “The Storks” yaitu burung-burung bangau memetik bayi yang bermimpi dari kolam dan danau, lalu mengirimkannya ke keluarga yang layak –Penerj.

[xxvii] Diario, hlm. 55

[xxviii] Mazzetti adalah subjek film dokumenter biografi Perché sono un genio! (“Karena aku Jenius!”) disutradarai oleh Steve Della Casa dan Francesco Frisari pada tahun 2016

[xxix] Album pameran 2010-nya di famiglia (“Family Album”) memadukan teks dan salinan kenangan tempera yang mencolok dari masa kecilnya dan potret anggota keluarga. Suksesi statis kerabat akhirnya berubah menjadi kesaksian visual, yang digunakan Mazzetti untuk memproses lebih lanjut trauma masa perang yang dia warisi dari pembantaian keluarganya.

Sumber Tambahan:

Giorgio Betti, L’italiana che inventò il Free Cinema inglese. Vita cinematografica di Lorenza Mazzetti, Piacenza: Casa Editrice Vicolo del Pavone, 2002.

Shelley Boettcher, Lorenza Mazzetti: Free’, Luma Quarterly 13: 4, Summer 2018. https://lumaquarterly.com/issues/volume-four/013-summer/lorenza-mazzetti-free/;

Marco Duse, Loving the Aliens: Outsiders, Foreigners and Uprooted Characters in Short and Experimental British Films, PhD dissertation, Ca’ Foscari University of Venice, 2013;

Emanuela Martini, ‘Il Free Cinema’, Wikiradio, Rai Radio 3, 5 February 2019. https://www.raiplayradio.it/audio/2019/01/WIKIRADIO—Il-Free-cinema–e1bc2207-bc98-4854-b447-4cbd5694886c.html

Mahasiswa sastra Inggris yang mencoba mengumpulkan portofolio dengan menjadi penulis dan penerjemah lepas. Menyukai musik grunge dan nu-metal. Kalau senggang, terkadang membaca buku sastra klasik. Buku karya Fyodor Dostoyevsky dan Jane Austen adalah salah dua yang sedang digemari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top