Mania Cinema

Eric Sasono : Membuka Perspektif dari Kajian Sinema.

Sinema bukan hanya melulu soal produksi teknis dan bagaimana sinema didistribusikan. Sinema jauh lebih luas daripada itu. Ia juga membahas bagaimana masyarakat merespon pada sinema. Kaitan antara sinema dan masyarakat sungguh sangat erat. Fungsi sinema berubah seiring berubahnya masyarakat. Awalnya sinema berfungsi sebagai bukti untuk para peniliti yang dibuat oleh Lumiere bersaudara. Kemudian George Mieles mengalihkan fungsi sinema sebagai wadah artistik untuk mengungkapkan perasaan. Belum lagi munculnya para sineas rusia yang mengalihkan fungsi sinema sebagai alat propaganda yang dibawakan oleh Kuleshov, Einsenstein dan kawan kawan. Ia terus berkembang.

Sinema adalah respon dari sebuah jaman. Representasi dari sebuah masyarakat atau zaman bisa dilihat pada sinema nya. Tak hanya sebuah respon zaman, sinema juga banyak mempengaruhi masyarakat. Sudah tak diragukan lagi bahwa relasi kita dengan sinema sungguh sangat dekat. Dari menengah kebawah, atas, tukang parkir, konglomerat ataupun mahasiswa menikmati sinema. Pengaruh sinema terhadap masyarakat sungguh sangat kuat. Lihat saja bagaimana film “Dilan 1990” mengubah anak anak SMA memakai jaket jins dan memainkan gombalan yang ada, sungguh sangat masif. Belum lagi pengaruh trauma horor menonton film “Pengkhianatan G30S PKI” yang dirasakan oleh orang tua kita di masa orde baru. Sinema sungguh sangat dengan kita.

Maka dari itu, diperlukan sebuah disiplin ilmu tertentu dalam mempelajari lebih dalam akan sinema. Dari kajian sinema, kita akan belajar sinema dari sudut pandang akademis untuk membedah bagaimana sinema itu bekerja. Saya berbicara dengan Eric Sasono; salah satu pendiri rumahfilm.org, kritikus film Indonesia dan peraih bidang doktor di bidang kajian film King’s College London berbicara mengenai kajian sinema dan dampaknya lebih ke ekosistem perfilman.

Simak wawancara dengan Eric Sasono di bawah ini.

Okay, mas. Mungkin, orang-orang ga banyak yang tau soal apa itu kajian film. Jadi, sebenarnya kajian film itu apa ya, mas?

Kajian film ini bidang akademis yang mengkaji film dengan berbagai pendekatan teoritis, historis dan kritis. Kajian
film tidak hanya berfokus pada pengembangan keterampilan pembuatan film, melainkan lebih ingin mengeksplorasi narasi film, ekonomi politik film, sejarah film, aspek budaya film, dampak politik film dan kemungkinan filosofis yang dibawa oleh film.

Kenapa kegiatan kajian film ini harus ada?

Sebagai bidang akademis, kajian film diperlukan sebagai bagian dari perkembangan kebudayaan dan budaya sinema di Indonesia. Film mempengaruhi kehidupan banyak orang secara politik, ekonomi, maupun secara budaya. Pengaruh-pengaruh ini penting untuk dikaji dengan pendekatan yang menempatkan film sebagai medium yang
memiliki ke-khasan.

Bentuk dari kegiatan kajian film ini apa aja ya, mas?

Sebagai bidang akademis, kegiatannya tentu berupa kegiatan akademis seperti konferensi, perkuliahan, penerbitan, seminar hingga konsultasi untuk pengambil kebijakan—apabila diperlukan.

Bagaimana cara mengkaji film? Adakah metode pakemnya, mas?

Berbagai metode dalam mengkaji film itulah yang menghasilkan kajian film sebagai bidang akademis, karena banyaknya. Kajian film sendiri tentu terpengaruh dan mempengaruhi berbagai disiplin lain. Saat ini, kajian film banyak masuk ke dalam kajian lain seperti kajian media (media studies), sastra, atau seni. Jelas bidang-bidang ini mempengaruhi kajian film dan metode-metodenya. Bidang filsafat dan keilmuan lain juga mempengaruhi
kajian film. Kajian film tidak bisa tertutup.

Siapa saja yang seharusnya melakukan kajian film, mas? Masyarakat, Pelaku Industri, Kritikus film? Dan kenapa?

Sebagai bidang akademis keilmuan, tentu ia dipelajari di bangku kuliah berdasarkan disiplin ilmiah yang bisa
dipertanggungjawabkan dalam komunitasnya. Pelakunya bisa siapa saja selama memenuhi standar yang diterapkan oleh komunitas ilmiah tersebut. Sekali lagi, kajian film atau film studies adalah satu disiplin akademis.

Di komunitas-ku (mungkin juga terjadi di komunitas yang lain), kajian film seringkali dikerdilkan. Sebenarnya manfaat dari kajian film itu apa, sih? Apakah lebih penting daripada ilmu praktik film itu sendiri?

Manfaat kajian film tentu saja penting, sebagaimana kajian dalam bidang seni dan media lain. Film sudah menjadi bagian keseharian, di mana ia membuka kemungkinan perkembangan ekonomi, kebudayaan, filsafat, politik, kesejarahan dan sebagainya. Saya kasih contoh: kajian terhadap film Indonesia Calling misalnya, akan membuka kemungkinan perubahan dalam cara pandang tentang sejarah Indonesia mengingat film itu dibuat oleh seorang sutradara Belanda (yang dituduh menganut paham komunisme) bercerita tentang solidaritas terhadap kemerdekaan Indonesia oleh serikat buruh Australia. Artinya, kemerdekaan Indonesia adalah sesuatu yang bersifat transnasional dan punya nuansa dukungan ideologi kiri. Ini sesuatu yang penting dalam kerangka penulisan sejarah Indonesia. Ini satu contoh saja, dan masih banyak contoh lain terkait kemungkinan2 yg bisa dihasilkan oleh kajian film.

Soal penting mana dengan praktik ilmu film, ya sulit juga membuat hirarki antara dua macam ilmu yg berbeda. Masing-masing pasti penting dan punya nilai yang berbeda kemanfaatannya.

Seberapa penting kajian film dipelajari? Apakah Masyarakat awam harus mengerti rumpun ilmu ini?

Kajian film penting karena dalam kehidupan kontemporer saat ini, film sudah jadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat kita. Ia bisa membuka kemungkinan, termasuk menuju kajian-kajian lain seperti “new media” (youtube,
webseries, dsb. yang menggunakan cinematic storytelling dengan medium berbeda), game studies dan sebagainya. Membuka ruang buat kajian film adalah membuka kemungkinan pemahaman lebih baik terhadap masyarakat kontemporer.

Apakah kajian film harus dipelajari oleh para praktisi film di industri film indonesia?

Praktisi dan akademisi kajian film harus saling berdialog dan membuka diri satu sama lain. Para praktisi memiliki sumbangan utama, bahkan primer dalam kajian film karena tanpa adanya praktisi tak ada film dan tak ada yang dikaji. Maka pengkaji film harus menempatkan praktisi dalam posisi yang penting. Sebaliknya, para praktisi selalu
diasumsikan sudah mengerti soal bahasa dan keterampilan pembuatan film yang menjadi bagian juga dari kajian
film. Tapi, praktisi tidak harus mengkaji film, sekalipun pada umumnya praktisi seperti sutradara, penulis atau produser punya kemampuan untuk itu, setidaknya kemampuan melakukan penafsiran terhadap elemen naratif film.

Bagaimana dengan kondisi kajian film saat ini di rumpun sinema Indonesia?

Kondisinya masih tidak berkembang karena dari sekolah film yang ada, mayoritas orientasinya praktik. Kajian film malah dilakukan di bawah media studies, communication studies atau sastra. Saat ini, doktor di bidang kajian film masih tidak sampai 5 orang, sekalipun banyak dari bidang lain—seperti yang saya sebut di atas—menekuni film
sebagai obyek riset utama mereka.

Apa harapan buat kajian film di Indonesia?

Harapan? Saya ganti aja pertanyaannya dengan apa yang bisa dikerjakan, ya, karena harapan itu sesuatu yang abstrak dan sulit dijawab.

Soal yang bisa dilakukan, menurut saya banyak sekali. Bisa dengan membuka kesempatan seperti pendanaan jurnal-jurnal kajian film, public outreach hasil-hasil kajian film dan sebagainya untuk memperlihatkan signifikansi film dalam perkembangan identitas dan kebudayaan Indonesia. Ini perlu dilakukan daripada sekadar bicara sumbangan film terhadap GDP yg menurut saya sulit diukur dan jatuhnya akan kecil terus. Bahkan di Inggris saja, Kementerian Keuangan menyatakan, salah satu sumbangan terbesar film adalah pada keragaman dan identitas budaya Inggris.

“Cinematic film provides a universal and readily accessible medium for the expression and representation of British culture and national identity. Films can help reflect, explore and challenge our diverse history, cultural beliefs and shared values. In doing so, the best British films not only help us to reach a better shared understanding of Britain and its place in the world, but are also instrumental in spreading awareness and appreciation of British culture around the world. As such, British films are an important part of our cultural heritage and a significant channel for the continuing expression and dissemination of British culture.” (HM Treasury in Oxford Economics, 2012,
p.75)

Nah, sumbangan film seperti yang digambarkan itu bisa dieksplorasi lebih luas lewat kajian film yang melihat
perkembangan film seiring perkembangan masyarakat yang menghasilkannya dan interaksi secara luas (katakanlah global). Ini dibutuhkan untuk Indonesia.

(Wawancara ini pernah diunggah di akun Instagram Maniacinema, Februari 2020)

Desain oleh : Hotman Nasution

 

Salah satu pendiri Mania Cinema. Sejak SMA, aktif berkomunitas film. Ia tumbuh dengan komunitas film di Pekanbaru. Pernah menjadi juru program di Palagan Films dan anggota di Sinelayu. Ia pernah menjadi peserta di Akademi ARKIPEL dan Lokakarya Cinema Poetica x FFD pada tahun 2020. Saat ini tengah menyelesaikan pendidikan sarjana Ekonomi Islam di UII Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top